Cerita : She - Prolog

  “Urgh...!” ucapku kesakitan saat rambutku ditarik seseorang dari belakang. Kulihat kebelakang, ada seorang gadis kecil yang sangat lucu langsung berlari memeluk ibunya. Aku hanya memandangnya dari kejauhan dan memperbaiki dudukku.
  “Mama! Kakak rambut kuning itu ganteng ya...” katanya pada orang yang dipanggil mama. Aku tersenyum mendengarnya dan tampaknya sang mama itu juga ikut tersenyum . Kemudian mama itu menarik tangan anaknya masuk kedalam bus yang baru berhenti.
  Pandanganku mengikuti arah perginya bus itu hingga taksi itu tak terlihat lagi. Aku begitu iri, melihat gadis kecil tadi yang dipegang erat mamanya. Dan seandainya...
  Lamunanku terhenti, sebuah mobil datang dan berhenti tepat didepan aku duduk dengan santai disebuah halte. Seseorang yang kukenal dekat dari kecil keluar lalu membukakan pintu mobil untukku.
  “Silahkan masuk tuan muda...” ucapnya sedikit menunduk memberi rasa hormatnya kepadaku.
  Aku tersenyum dan masuk kedalam mobil. Melihat betapa sopannya pak Dadang melayaniku aku jadi tidak enak hati. Beliau sudah kuanggap seperti kakek yang sangat baik.
  Pak Dadang menutup kembali pintu mobilnya dan kemudian masuk untuk menyetir mobil yang tadi dibawanya untuk menjemputku.
  Selama perjalanan aku hanya diam dan mengenang masa indah dulu saat bersama mamaku. Walau hidupku penuh aturan yang ketat dan begitu banyak larangan, tapi aku senang bila mama sudah datang memelukku. Dan sekarang aku tidak tahu harus berbuat apa, karna hidup yang kujalani ini masih tidak aku mengerti.
  “Kita sudah sampai tuan muda...” kata Pak Dadang. Dan lagi lamunanku terhenti.
  Aku melihat sebuah gedung yang dikelilingi pagar dinding. Ya, aku sudah sampai disini, disekolah baru tempatku akan menimba ilmu. Aku dikirim papaku kesebuah sekolah yang berbasis internasional yang memiliki asrama khusus untuk laki-laki maupun khusus untuk perempuan. Tidak terlalu jauh dari rumahku, tapi sebuah asrama? Aku harus menjalaninya.
  “Terimakasih pak sudah mengantarku kesini.” kataku dengan senyum. Pak Dadang ikut tersenyum lalu membuka bagasi mobil dan mengeluarkan koper dan tas ranselku.
  Kakiku melangkah menuju sebuah gerbang yang terbuka lebar, lalu seseorang yang berpakaian rapi menghampiriku.
  “Apa kamu nak Alan...?” katanya. Aku mengangguk dan melihat sebuah nama tertera dibaju satpamnya. Namanya pak Yanto. “...silahkan masuk, kepala sekolah sudah menunggu nak Allan diruangannya.” lanjut satpam itu.
  “Pak Dadang... Aku pamit dari sini. Tidak usah mengantarku sampai kedalam.” kemudian aku menarik koper dan menyandang tas ranselku.
  Kulihat wajah pak Dadang yang sedikit iba melihatku. Tapi ini harus aku lakukan, demi semua orang yang berharap padaku. Aku berjalan mengikuti pak Yanto tanpa menoleh kebelakang, jika aku melihat kebelakang, keyakinan aku untuk melanjutkan ini akan goyah.
  “Nak Alan sudah lama di Indonesia?” tanya pak Yanto tiba-tiba.
  “Sudah pak, dari umur dua belas tahun.” jawabku seadanya.
  “Wah... Sudah lama juga ya. Pantas saja bicara nak Alan sudah seperti orang sini...” katanya. Aku maklumi pak Yanto berkata seperti itu, karna siapa saja yang melihatku pasti orang-orang akan mengira aku orang asing yang baru saja datang ke Indonesia.
  “Papaku dan mamaku orang asing, jadi itu sebabnya rambutku seperti ini. Asli loh pak, bukan di warnain.” kataku sedikit mengajaknya bercanda.
  “Haha, oh... Jadi seperti itu toh. Rambutnya nak Allan cerah sekali. Mirip ituh loh, artis luar negri. Kalo ndak salah namanya Madonna. Iya... Madonna...!” katanya bersemangat.
  Aku tertawa lepas mendengar ucapannya. Memang betul kata pak Yanto, rambutku pirang seperti rambut Madonna. Tapi jika pak Yanto pergi keluar negeri, mungkin dia akan banyak melihat orang yang berambut seperti Madonna.
  Kemudian pak Yanto berhenti didepan pintu sebuah ruangan, akupun ikut terhenti. Sepertinya ini ruagan kepala sekolahnya.
  “Nak Alan ketok pintunya dan masuk saja. Saya sampai disini saja karna harus balik lagi ke gerbang... Pamit dulu nak Alan.”
  “Terimakasih pak.”
  Aku melihat pintu yang ada didepanku. Saat aku bertemu dengan kepala sekolah nanti, itu adalah sebuah tanda bahwa aku akan memulai sebuah kehidupan yang berbahaya. Aku harus bisa menutup kehidupan masa laluku. Jika tidak, semua akan berakhir. Aku harus bisa dan mama... Ini untukmu.
  Akupun mengetuk pintu itu, dan tak lama kemudian terdengar seseorang melangkah menuju pintu.
  Pintu terbuka...
  
  

0 komentar :

Posting Komentar