Istana Zaylan, 516
SM.
Tidak lama kemudian tangisan itu
berhenti. Putri Enelisz tersenyum sambil menengadahkan wajahnya kearah Athrun.
Dia menatap Athrun tajam, gadis itu ingin mengatakan sesuatu yang mungkin akan
membuat semua orang terkejut.
“Aku suka… Athrun…” kata Putri
Enelisz datar. Athrun yang dari tadi hanya diam tambah tidak berkutik. Apa ini mimpi? Batinnya. Enelisz
menunggu jawaban itu dengan tenang, air matanya yang tadi membasahi pipinya,
dihapus lembut dengan punggung tangannya. Ini adalah kesalahan besar dalam
hidupnya.
“Hm… maaf putri… aku tidak berhak
menerima cintamu…” kata Athrun akhirnya. Enelisz tersenyum, kata-kata itu sudah
diperkirakannya.
“Tidak bisakah kau mencintaiku
Athrun? Walau itu sesaat saja?” tanya Enelisz hati-hati.
“Putri…. Aku mohon, ayo kita kembali
ke dalam istana, pangeran Leoiser sudah menunggumu putri. “ Ajak Athrun sambil
menggenggam tangan Enelisz. Tapi Enelisz menepisnya.
“Tidak…!!! Aku tidak mau kembali!” Katanya
ketus. “ Aku masih ingin tetap disini, denganmu…” Enelisz menunduk
dalam-dalam. Betapa terkejut ayahnya
jika tahu dia telah jatuh cinta pada Athrun. Cinta ini tak boleh diteruskan,
dan dia sadar itu karena dia telah di jodohkan dengan seorang pangeran yang
bernama Leoiser. Sedangkan Athrun hanya seorang panglima perang di kerajaan
ayahnya.
Athrun diam menatap gadis cantik di
depannya.
“Ayo… kita harus segera menuju
istana…” Athrun berdiri, tapi Enelisz tidak ingin diam. Dengan cepat Enelisz
menarik sebuah pedang yang diikat di pinggang Athrun. Pedang itu sungguh indah
dan bersinar. Mempunyai sejarah yang begitu mendalam dan tragis. Tapi Athrun
dengan begitu mudah dapat memilikinya. Namun dengan apa yang dia miliki, semua
orang begitu iri dan ingin merebut pedang itu. Karna pedang itu adalah sebuah
pedang keramat yang mempunyai misteri ilusi bagi siapa saja yang memilikinya.
“Jika kau tetap bersikeras ingin
kembali ke istana aku akan bunuh diri!”
Athrun jadi kalang kabut. “Pedang itu
berbahaya putri, jangan lukai dirimu sendiri…!” Athrun berusaha merebut pedang
itu. Tapi Enelisz dengan begitu cepat menghindar. “Putri…” desah Athrun.
Enelisz tersenyum bangga, “Cintaku
mungkin tidak kau terima disini, tapi aku yakin kau juga mencintaiku di lubuk
hatimu yang paling dalam.” kata-kata Enelisz seakan menikam tajam menuju hati
Athrun.
Enelisz menggoyangkan pedang kearah
perutnya dan menusuk dirinya sendiri. Athrun terbelalak dan langsung berlari
dan merangkul Enelisz.
“Putri… apa yang kau lakukan…?! kau
bodoh membunuh diri sendiri…” Athrun merangkul Enelisz.
“Aku memang bodoh, karna cinta ini.
Aku benar-benar mencintaimu Athrun…”
“Tapi putri… aku tak sanggup menerima
cinta darimu. Itu begitu berat bagiku… aku tidak bisa.” Athrun memandang
Enelisz dengan penuh kekecewaan.
“Tidak apa-apa. Tapi aku yakin kau
juga menyayangiku. Benarkan?”
Athrun mengangguk ragu. Tapi
anggukannya membuat Enelisz tersenyum bahagia. Enelisz mencium jari telunjuknya
lalu jari itu di tempelkannya ke bibir Athrun.
“Ini adalah hadiah dariku untuk
terakhir kalinya, aku yakin aku pasti kembali dengan perasaan yang baru dan
kehidupan yang baru… untukmu …” Enelisz memberikan sesuatu ke tangan Athrun. Nafas
Enelisz mulai terengah-engah. Perutnya begitu sakit karna tusukan pedang itu.
Namun helahan nafas Enenlisz terdengar begitu mulus ketika tangannya digenggan
Athrun erat.
Enelisz menutup mata. Dan saat itulah
kehidupannya berakhir. Athrun merasakan suatu hembusan keluar dari mulut
Enelisz. Tak di sangka Athrun menangis, hingga air matanya menetes dan mengenai
pipi Enelisz.
“Putri…! Putri… kenapa putri? kenapa
harus begini…” Tangis Athrun.
Dari kejahuan Raja Yorselous, memandangi
kejadian itu terkejut. Dan sangat mengejutkan sekali, pedang itu bersinar.
0 komentar :
Posting Komentar