Cerpen : F2


Bruuukk…!!!
Lemparan bola kaki itu tepat mengenai kepala Fanni yang sedang berjalan di koridor sekolah. Tubuh Fanni terdorong kedepan dan mengenai pintu kelas yang baru dibuka Fauzan. Fanni terjatuh sambil meringis kesakitan. “Kenapa gue apes banget sih?” umpatnya kesal.
Fauzan menghampiri Fanni begitu juga para kesebelasan SMU-nya, berlari menghampiri dan ribuan kata maaf terdengar nyaring di telinga Fanni.
“Ya, lain kali hati-hati main bola…” kata Fanni. Semuapun pergi berlalu dan melanjutkan permainan yang di pending sebentar tadi. Fauzan mengelus-elus kepala Fanni lembut.
“Sakit banget ya kak? Maafin gue ya…” Fauzan memungut buku-buku milik kakaknya yang berantakan dilantai koridor.
“Duuh… ya sakit dong dek,” Fanni ikut memegang kepalanya, “ kenapa nasip gue apes banget ya?” dia bertanya pada Fauzan. Fauzan cuma tersenyum menanggapi. Cowok-cowok yang sebaya dengan Fauzan melintas sambil bersiul-siul. Mereka akhir-akhir ini mengira kalau Fauzan naksir Fanni, si kakak kelas.
“Iiissshhh… mesranya. Lagi PDKT sama kakak kelas ya…?” Goda teman-teman Fauzan. Mereka yang digoda itu sama-sama tersenyum mendengarnya.
“Biarin aja, mereka gak tau apa-apa tentang kita dek…” kata Fanni. Fauzan mengangguk lalu membantu Fanni berdiri. Segerombolan cewek yang sebaya dengan Fauzan melintas dan hanya memandang dengan penuh penasaran. Soalnya gosip Fauzan si anak baru naksir Fanni udah kesebar keseluruh penjuru sekolah.
“Hati-hati jalannya kak Fanni, bentar lagi kan kakak kelas tiga mo ngumpul di aula, ayo buruan nanti telat.”
“Okey. Makasih ya…” Fanni melambaikan tangannya lalu berlari kecil menuju aula yang tak jauh.

Satu jam kemudian bel tanda istirahat berbunyi panjang. Semua murid berhamburan keluar kelas, labor, dan termasuk yang berada di aula.
Cuaca yang sangat terik dan panas membuat murid-murid membeli minuman dingin di kantin berebutan. Tapi bagi anak basket cuaca yang panas tak menjadi masalah bagi mereka selagi mereka bisa bermain dan latihan. Tapi kalau udah hujan, mereka hanya diam menatap lesu lapangan. Fauzan yang murid baru sudah masuk ke Tim Inti basket di SMU-nya sekarang karna keahliannya bermain basket sangat bagus. Dari lapangan basket, Fauzan melihat Fanni berjalan keluar dari aula.
“Fanni…!” Panggil Tasya, temen Fanni yang centil. Fanni menoleh kearah sumber suara. Tasya mengejar Fanni yang berdiri diam menunggu dirinya menyusul. “Fan… bener gak sih gosip tentang Fauzan naksir lo? Gue aja ngerasa aneh banget liat tingkah Fauzan yang beda banget ke lo…” Tasya berceloteh saat mereka mulai berjalan menuju kantin.
“Oh ya? Mungkin…” jawab Fanni tersenyum. Maklumi aja, kalo mereka di sekolah pada gak tau, Fauzan anak baru di sekolah ini, kelas satu, baru pindah sekolah di tengah tahun ajaran, adalah adik kandung Fanni. Fauzan sebelumnya tinggal dan sekolah di Bandung.
“Kok gitu sih tanggapan lo Fan…? Hello Fanni, he likes you..?” kata Tasya geregetan. “Gue pengen tau aja, gimana perasaan lo ke dia, lo suka gak sama dia? Dia baik banget loh Fan…” lanjut Tasya sambil menyikut lengan Fanni.
“Suka kok…” Angguk Fanni. Ya suka dong kalau adeknya baik.
“Berarti cinta Fauzan gak bertepuk sebelah tangan dong ya!!!” Tasya girang banget. “Gue dukung Fauzan deh, dia kan ganteng Fan, tinggi, baik, ramah, pinter, pokoknya gue dukung dia seratus persen mutlak. Hahaha!” tawa Tasya pecah.
Fanni ikut tertawa melihat tingkah temannya yang centil itu. Sesampainya didepan kantin Tasya malah pergi dan melenggang kearah UKS. Dia bilang sih tadi pagi sama Fanni kalau dia piket jaga UKS. Ya sudah, Fanni menghela nafasnya dan mencari tempat duduk di pojok yang masih kosong.
“Mbak…! Aku pesen bakso sama jus jeruk ya…!” Teriak Fanni dari kursinya. Tiba-tiba Fauzan datang sambil cengengesan kearah Fanni.
“Kak… gue ikutan makan juga ya…” Rayu Fauzan mengiba.
“Bilang aja gak bawa duit. Alibi nih… kemarin juga gitu. Ya udah gini aja. Pesenan kakak buat lo aja, kakak gak laper banget jadi nanti nyicip dikit aja yah…” kata Fanni.
“Hehehe, baik deh kakak.”
Tak lama kemudian, pesanan Fanni datang. Semua yang melihat mengira PDKT Fauzan berlanjut dengan nimbrung makan bareng dengan Fanni, satu mangkuk berdua.
“Kangen makan bareng sama kakak, udah terlalu lama banget kita pisah…” kata Fauzan sambil mengambil sendok dan garpu. Fanni tersenyum manis menanggapi, karna dia ingat kenangan masa lalunya yang heboh.

Saat pulang sekolah, Fanni tersandung batu dan terjatuh, dan lututnya berdarah. Fanni menahan sakitnya sambil meringis dan meniup-niup lututnya. “Aduh… perih. Gue jatuh mulu nih…” Ucapnya. Tasya yang melihat dari kejauhan ingin menghampiri Fanni, tapi udah keduluan sama Fauzan.
“Kak Fanni…!” Fauzan melihat lutut Fanni yang mengeluarkan darah.
“Aduh… sakit dek…” Lirih Fanni sambil menunjuk-nunjuk lututnya yang terluka. Fauzan terlihat panik dan membantu kakaknya berjalan menuju motornya.
“Kak Fanni duduk dulu disini, kakak bawa tisu gak?” kata Fauzan dan Fanni langsung mengangguk. “Oke, kak Fanni tunggu disini, gue mo ke UKS sebentar, tunggu ya, jangan kemana-kemana lo kak…!” ucap Fauzan yang mulai menjauh.
Fanni terdiam melihat adiknya yang berlari menuju UKS. Tak lama, Fauzan datang membawa pembersih luka dan betadine.
“Mana lukanya?”
“Ini…”
“Sedikit perih, tahan ya…”
“Iya…” angguk Fanni.
Fanni melihat Fauzan yang cekatan dan begitu hati-hati membersihkan lukanya. Bayangan masa lalu yang suram teringat oleh Fanni, tapi melihat tingkah adiknya yang begitu baik semenjak dia balik lagi ke Jakarta membuat Fanni terharu.
“Lo baik banget dek, pantes mereka kira lo naksir gue…”
“Sebagai adik yang sayang sama kakaknya memang harus gini,” kata Fauzan meladeni.
“Kalau seandainya lo bukan adek gue gimana ya…?” Fanni berandai-andai. Fauzan tertawa mendengar ucapan kakaknya. “Gue sayang sama lo dek…” Fanni tertunduk. Mereka terdiam. Tapi kesunyian itu pecah saat Fauzan membalas ucapan Fanni.
“Gue juga sayang sama lo kak,” Fauzan menatap kakaknya yang tertunduk. Lutut Fanni sudah selesai diobatinya. “Maafin gue kak…” kata Fauzan kemudian.
“Gak dek, seharusnya gue yang harus minta maaf sama lo dek,” Fanni mengangkat wajahnya dan melihat tatapan Fauzan. “Jangan marah lagi ya tentang masalah coklat itu. Gue sedih banget tau kalo lo bilang benci banget sama gue, dan gak mau liat gue lagi…” Lanjut Fanni.
“Kak, gue gak benci sama kak Fanni, malah gue sayang banget sama lo. Waktu itu gue udah kebawa emosi aja, makanya gak sadar gue bilang benci lo dan bilang gak mau liat lo lagi kak Fanni… itu salah,” Fauzan mengungkapkan isi hatinya. “Nyampe kamar gue langsung banting barang-barang yang dimeja belajar, gue nyesel…”
Mereka terdiam lagi.
Dulu saat mereka masih SD, mereka sama-sama sangat menyukai coklat. Karna tahu coklat yang di beli papa cuma satu, mereka berebutan sambil bertengkar hebat. Setelah pertengkaran hebat karna coklat itu, orangtua mereka mengantar Fauzan ke Bandung, kerumah nenek mereka agar tidak terjadi pertengkaran lagi.
“Selama di Bandung gue terus bilang ke papa mau balik lagi ke Jakarta, tapi papa gak mau…” curhat Fauzan.
“Gue seneng tau kalo lo balik lagi ke Jakarta dek.” Fanni memegang tangan Fauzan erat.
“Iya, akhirnya gue balik lagi ke rumah. Ketemu kakak lagi.” Fauzan menarik tangan Fanni dan memeluk kakaknya erat.
Adegan itu dilihat semua murid yang berada di halaman depan sekolah, termasuk Tasya. Mereka menduga pelukan itu adalah pelukan mesra dari seorang yang baru aja diterima sama si cewek.
Apalagi besoknya pasangan yang digosipkan itu kesekolah bareng pakai motor Fauzan. Gosip mereka pacaran memanas karna dimana ada Fanni, disana ada Fauzan yang selalu menemani. Ya kecuali di kelas kalau lagi belajar sama di WC. Hehehe.
Saat Fanni dan Fauzan ingin pulang, mereka melihat motor Fauzan dihiasi tempelan-tempelan kertas kecil berucapan selamat atas hubungannya yang berhasil dan di terima Fanni.
“Hahaha…!!!” Fauzan tertawa lepas di parkiran.
“Mereka kok pada gak mau tanya lo siapa ya dek…?” Fanni kebingungan.
“Gak tau tuh. Biarin aja dek kak… soalnya seru sih…! Hahaha!!!” Tawa Fauzan makin menjadi-jadi.
“Dasar gila…” geleng-geleng Fanni melihat tingkah adiknya. “Suatu hari juga mereka bakal tau. Yuk pulang…!” Fanni menarik Fauzan dan mengajaknya pulang.

The End



0 komentar :

Posting Komentar